Selamat Datang Di Nuzla Education Center

Sabtu, 21 Januari 2012

Proses Demokrasi Kita


PROSES DEMOKRASI KITA
(PERSPEKTIF ELIT DAN PLURALIS)
Oleh: Nuzlagadanta, S.Sos.*)

Partai politik adalah suatu perkumpulan terorganisasi untuk menyokong suatu prinsip atau kebijaksanaan (policy), yang oleh perkumpulan itu diusahakan dengan cara-cara yang sesuai. Dengan konstitusi atau UUD, agar menjadi penentu cara melakukan pemerintahan.
Kehidupan politik dibagi dalam dua sektor yaitu sektor pemerintahan dan sektor masyarakat. Masyarakat sebagai penghasil masukan (input), yaitu terwujud pernyataan keinginan dan tuntutan masyarakat (Social demand), sedangkan pemerintahan berfungsi sebagai keluaran (output), yaitu menentukan kebijaksanaan umum yang bersifat keputusan politik (political decision). Persoalan utama ialah bagaimana kebijaksanaan pemerintah hasil keluaran (output) dapat sesuai dengan pemasukan (input), yaitu keinginan dan tuntutan rakyat ?.

Mempunyai ‘Suatu’ yang Sama
Perkumpulan-perkumpulan itu diadakan karena adanya kepentingan bersama. Selain mempunyai kepentingan bersama, suatu perkumpulan khususnya partai politik, akan muncul karena anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Suatu yang dapat menimbulkan atau munculnya suatu partai dapat karena, pertama, sekumpulan orang bersama-sama mencintai orang atau keturunan dari orang tertentu, dan melahirkan partai. Misalnya: partai raja (royalisten), partai Bonaparte (Bonapartisten). Partai-partai seperti ini sudah hampir tidak ada lagi. Kedua, sekumpulan orang yang mempunyai kepentingan yang sama, seperti: partai buruh, partai tani, dan lain-lain. Ketiga, adanya azas dan cita-cita politik yang sama, seperti: partai komunis, partai nasional, dan lain-lain. Keempat, adanya persamaan dalam kepercayaan dalam beragama, seperti: partai islam (baca: partai yang berbasiskan islam), partai katolik, dan lain-lain.


Demokrasi Alat untuk Mencapai Tujuan
Demokrasi dalam arti umum memang dapat dinyatakan sebagai salah satu cara, jalan atau metode untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, tanpa melihat wujud dari tujuan tersebut. Dalam hal ini patut disimak pendapat Bung Karno yang menyatakan bahwa, teknis kedaulatan rakyat atau dalam bahasa asing demokratie, sekedar adalah satu alat, alat untuk mentjapai tujduan. Tehnis tudjuannya ialah suatu masyarakat jang berbentuk suatu hal, entah masyarakat kapitalis, entah msyarakat sosialis, entah masyarakat apa.(Soekarno: 154).
Lain halnya dengan bangsa Indonesia, kerakyatan atau demokrasi disamping berfungsi sebagai alat, ia juga merupakan suatu kepercayaan, satu keyakinan bahwa hanya lewat cara ini sajalah yang dapat dibenarkan oleh pandangan atau keyakinan hidupnya, dan hanya dengan cara seperti inilah yang dapat menghantarkan bangsa Indonesia mencapai tujuan hidup berbangsa dan bernegara. “… bagi kita bukan sekedar satu alat tehnis sadja, tetapi suatu ‘geloof’, satu kepercayaan dalam usaha mencapai bentuk masyarakat jang kita cita-citakan”, (Soekarno: 146),
Istilah kerakyatan sendiri dalam analisa kefilsafatan mengandung pengertian adanya sifat-sifat dan keadaan dari dan didalam negara yang harus sesuai dengan hakekat rakyat, dan semuanya adalah untuk kepentingan dan keperluan rakyat. Dan karena demikian sifat dan keadaannya maka ‘negara bukan untuk satu orang, bukan negara satu golongan, walau golongan kaya, … tetapi negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu ‘…’ negara didasarkan atas rakyat, tidak pada golongan, tidak pada perseorangan’. (Notonagoro:132).

 Rakyat yang Berkuasa

Sesuai dengan azas demokrasi, yaitu pemerintahan oleh, untuk, dan dari rakyat, maka rakyat ikut didalam kehidupan politik. Istilah demokrasi pada asalnya berarti ‘rakyat yang berkuasa’ atau ‘government orang rule by peoples’. Sementara W. M. Bonger mendefinisikan demokrasi dengan rumusan “suatu bentuk pemerintahan dari suatu kolektifitas yang memerintah diri sendiri, dalam hal mana sebagian besar anggota-anggotanya turut ambil bagian, baik langsung maupun tidak langsung, dan dimana terjamin kemerdekaan rohani dan persamaan buat hukum”. (Bonger: 32).
Prinsip demokrasi merupakan satu-satunya prinsip yang sesuai dengan hakikat manusia selaku mahluk sosial, atau sesuai dengan prinsip peri kemanusiaan dimana setiap manusia wajib memperlakukan kepada sesamanya sebagai manusia yang menyandang kemuliaan dan kehormatan. Adagium yang menyatakan ‘Mankind is one’ hanya dapat diaktualisasikan secara konkrit ditengah-tengah kehidupan bersama manakala kehidupan bersama tersebut diletakkan di atas prinsip demokrasi.
Tidak ada apa yang namanya “demokrasi” tanpa menghargai martabat manusia, tanpa menjunjung tunggi serta melindungi hak-hak asasi manusia. Demokrasi hanya dapat ditegakkan diatas prinsip menghargai persamaan hak-hak asasi manusia.

Berpolitik untuk Suatu Keinginan
Cinta akan kekuasaan, dalam arti yang seluas-luasnya, adalah keinginan untuk memiliki kemampuan guna menimbulkan pengaruh yang diinginkan terhadap dunia lahiriah, apakah itu manusia atau bukan manusia. Keininginan ini merupakan suatu bagian yang pokok dari kodarat manusia, dan pada orang-orang yang sangat giat, merupakan bagian yang sangat besar dan penting.
Setiap keinginan, apabila tidak dapat dipuaskan dengan segera, menimbulkan suatu angan-angan untuk memiliki kemampuan untuk memuaskannya, dan oleh sebab itu menimbulkan suatu bentuk cinta akan kekuasaan. Hal ini berlaku baik bagi  keinginan-keinginan yang paling baik maupun yang paling buruk. 
Cinta akan kekuasaan, agar mendatangkan maslahat, harus dikaitkan dengan suatu tujuan selain kekuasaan. Maksudnya bukanlah bahwa tidak boleh ada cinta akan kekuasaan demi kekuasaan itu sendiri, karena alasan itu pasti akan muncul dalam perjalanan suatu karir yang aktif. Yang dimaksud adalah bahwa keinginan akan suatu tujuan yang lain harus sedemikian kuatnya sehingga tidak akan memuaskan kecuali apabila ia abadikan kepada tujuan itu.



Penyakit Cinta Kekuasaan
Yang terjadi di negeri kita ini sekarang adalah cinta akan kekuasan yang sangat mendalam memasuki pikiran para elit politik kita, telah duduk dikursi kekuasaan, mereka (baca: elit politik) bukannya pusing untuk membangun bangsa yang mengalami krisis yang berkepanjangan dari segala bidang, justru pusing memikirkan bagaimana supaya bisa tetap untuk berkuasa.
Konsepsi politik sebenarnya berdasar atas pola dan orientasi pada daya upaya untuk mengatur negara dengan sebaik-baiknya dan memberikan kesejahteraan dan keamananbagi rakyat, dan konsepsi politik nasional kita ini berorientasi pada pembangunan.
Kalau partai politik (parpol) akan dianggap sebagai proses demokrasi dengan dinilai dari jumlah partai politik itu sendiri, maka di Indonesia merupakan negara yang sangat demokratis, karena semakin banyaknya partai politik yang bermunculan kepermukaan perpolitikan di tanah air dengan atas dasar hak bagi setiap warganegara dalam pembentukan partai politik (parpol) baru, guna menyuarakan kepentingan-kepentingan yang sama, cita-cita yang sama partisannya kedalam lembaga-lembaga pemerintahan baik itu di Legislatif atau Yudikatif.
Dengan alasan-alasan untuk membangun bangsa yang sedang carut-marut ini, dengan memunculkan partai politik (parpol) baru yang sangat menjamur di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini akan sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa itu sendiri. Dengan semakin banyaknya partai politik (parpol) yang ada maka suara rakyat akan semakin terpilah-pilah dan rakyat akan mengalami kebingungan-kebingungan yang disebabkan olehnya dan apabila kefanatisan terhadap partai politik (parpol) itu sendiri sangatlah kuat maka akan mudah menyebabkan disitegrasi bangsa menjadi berkeping-keping, karena terpecahnya masyarakat kedalam kubu-kubu ataupun blok-blok yang dinamakan partai politik (parpol).
Cita-cita untuk menjadikan partai politik (parpol) sebagai penyalur aspirasi rakyat agar terciptanya proses yang diimpi-impikan yaitu demokrasi, akan sulit tercapai karena ketidak dewasaan bangsa kita dalam berpolitik. Elit politik yang seharusnya memberikan contoh bagaimana berdemokrasi yang baik justru terjebak dalam retorika politik untuk memperjuangkan kepentingan pribadi vested interest semata.
Sudah waktunya bagi para elit politik untuk memberikan contoh yang baik dan membangun kesejahteraan bagi rakyat Indonesia bukan sekedar memperjuangkan kepentingan partainya saja. Dan rakyat hanya menginginkan hidup yang makmur, aman dan sejahtera secara menyeluruh. Bendera-bendera partai politik yang semakin bertambah banyak tidak akan mampu memberi rasa kenyang kepada rakyat yang sedang kelaparan akan rasa aman, tentram, dan sejahtera.


*) Pemehati  Sosial Kemasyarakatan dan Politik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar