PROSES DEMOKRASI KITA
(PERSPEKTIF ELIT DAN PLURALIS)
Oleh: Nuzlagadanta, S.Sos.*)
Partai politik adalah suatu
perkumpulan terorganisasi untuk menyokong suatu prinsip atau kebijaksanaan (policy),
yang oleh perkumpulan itu diusahakan dengan cara-cara yang sesuai. Dengan
konstitusi atau UUD, agar menjadi penentu cara melakukan pemerintahan.
Kehidupan politik dibagi
dalam dua sektor yaitu sektor pemerintahan dan sektor masyarakat. Masyarakat
sebagai penghasil masukan (input), yaitu terwujud pernyataan keinginan
dan tuntutan masyarakat (Social demand), sedangkan pemerintahan
berfungsi sebagai keluaran (output), yaitu menentukan kebijaksanaan umum
yang bersifat keputusan politik (political decision). Persoalan utama
ialah bagaimana kebijaksanaan pemerintah hasil keluaran (output) dapat
sesuai dengan pemasukan (input), yaitu keinginan dan tuntutan rakyat ?.
Mempunyai
‘Suatu’ yang Sama
Perkumpulan-perkumpulan itu
diadakan karena adanya kepentingan bersama. Selain mempunyai kepentingan
bersama, suatu perkumpulan khususnya partai politik, akan muncul karena
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Suatu yang dapat
menimbulkan atau munculnya suatu partai dapat karena, pertama,
sekumpulan orang bersama-sama mencintai orang atau keturunan dari orang
tertentu, dan melahirkan partai. Misalnya: partai raja (royalisten),
partai Bonaparte (Bonapartisten). Partai-partai seperti ini sudah hampir
tidak ada lagi. Kedua, sekumpulan orang yang mempunyai kepentingan yang
sama, seperti: partai buruh, partai tani, dan lain-lain. Ketiga, adanya
azas dan cita-cita politik yang sama, seperti: partai komunis, partai nasional,
dan lain-lain. Keempat, adanya persamaan dalam kepercayaan dalam
beragama, seperti: partai islam (baca: partai yang berbasiskan islam), partai
katolik, dan lain-lain.
Demokrasi
Alat untuk Mencapai Tujuan
Demokrasi dalam arti umum
memang dapat dinyatakan sebagai salah satu cara, jalan atau metode untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan, tanpa melihat wujud dari tujuan tersebut.
Dalam hal ini patut disimak pendapat Bung Karno yang menyatakan bahwa, teknis
kedaulatan rakyat atau dalam bahasa asing demokratie, sekedar adalah satu alat,
alat untuk mentjapai tujduan. Tehnis tudjuannya ialah suatu masyarakat jang
berbentuk suatu hal, entah masyarakat kapitalis, entah msyarakat sosialis,
entah masyarakat apa.(Soekarno: 154).
Lain halnya dengan bangsa Indonesia,
kerakyatan atau demokrasi disamping berfungsi sebagai alat, ia juga merupakan
suatu kepercayaan, satu keyakinan bahwa hanya lewat cara ini sajalah yang dapat
dibenarkan oleh pandangan atau keyakinan hidupnya, dan hanya dengan cara
seperti inilah yang dapat menghantarkan bangsa Indonesia mencapai tujuan hidup
berbangsa dan bernegara. “… bagi kita bukan sekedar satu alat tehnis sadja,
tetapi suatu ‘geloof’, satu kepercayaan dalam usaha mencapai bentuk masyarakat
jang kita cita-citakan”, (Soekarno: 146),
Istilah kerakyatan sendiri dalam analisa kefilsafatan mengandung
pengertian adanya sifat-sifat dan keadaan dari dan didalam negara yang harus
sesuai dengan hakekat rakyat, dan semuanya adalah untuk kepentingan dan
keperluan rakyat. Dan karena demikian sifat dan keadaannya maka ‘negara
bukan untuk satu orang, bukan negara satu golongan, walau golongan kaya, …
tetapi negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu ‘…’ negara
didasarkan atas rakyat, tidak pada golongan, tidak pada perseorangan’.
(Notonagoro:132).
Rakyat yang Berkuasa
Sesuai dengan azas demokrasi, yaitu pemerintahan oleh, untuk, dan dari
rakyat, maka rakyat ikut didalam kehidupan politik. Istilah demokrasi pada
asalnya berarti ‘rakyat yang berkuasa’ atau ‘government orang rule by
peoples’. Sementara W. M. Bonger mendefinisikan demokrasi dengan
rumusan “suatu bentuk pemerintahan dari suatu kolektifitas yang memerintah diri
sendiri, dalam hal mana sebagian besar anggota-anggotanya turut ambil bagian,
baik langsung maupun tidak langsung, dan dimana terjamin kemerdekaan rohani dan
persamaan buat hukum”. (Bonger: 32).
Prinsip demokrasi merupakan satu-satunya prinsip yang sesuai dengan
hakikat manusia selaku mahluk sosial, atau sesuai dengan prinsip peri
kemanusiaan dimana setiap manusia wajib memperlakukan kepada sesamanya sebagai
manusia yang menyandang kemuliaan dan kehormatan. Adagium yang menyatakan ‘Mankind
is one’ hanya dapat diaktualisasikan secara konkrit ditengah-tengah
kehidupan bersama manakala kehidupan bersama tersebut diletakkan di atas
prinsip demokrasi.
Tidak ada apa yang namanya “demokrasi” tanpa menghargai martabat manusia,
tanpa menjunjung tunggi serta melindungi hak-hak asasi manusia. Demokrasi hanya
dapat ditegakkan diatas prinsip menghargai persamaan hak-hak asasi manusia.
Berpolitik
untuk Suatu Keinginan
Cinta akan kekuasaan, dalam
arti yang seluas-luasnya, adalah keinginan untuk memiliki kemampuan guna
menimbulkan pengaruh yang diinginkan terhadap dunia lahiriah, apakah itu
manusia atau bukan manusia. Keininginan ini merupakan suatu bagian yang pokok
dari kodarat manusia, dan pada orang-orang yang sangat giat, merupakan bagian
yang sangat besar dan penting.
Setiap keinginan, apabila
tidak dapat dipuaskan dengan segera, menimbulkan suatu angan-angan untuk
memiliki kemampuan untuk memuaskannya, dan oleh sebab itu menimbulkan suatu
bentuk cinta akan kekuasaan. Hal ini berlaku baik bagi keinginan-keinginan yang paling baik maupun
yang paling buruk.
Cinta akan kekuasaan, agar
mendatangkan maslahat, harus dikaitkan dengan suatu tujuan selain kekuasaan.
Maksudnya bukanlah bahwa tidak boleh ada cinta akan kekuasaan demi
kekuasaan itu sendiri, karena alasan itu pasti akan muncul dalam perjalanan
suatu karir yang aktif. Yang dimaksud adalah bahwa keinginan akan suatu tujuan
yang lain harus sedemikian kuatnya sehingga tidak akan memuaskan kecuali
apabila ia abadikan kepada tujuan itu.
Penyakit
Cinta Kekuasaan
Yang terjadi di negeri kita
ini sekarang adalah cinta akan kekuasan yang sangat mendalam memasuki pikiran
para elit politik kita, telah duduk dikursi kekuasaan, mereka (baca: elit
politik) bukannya pusing untuk membangun bangsa yang mengalami krisis yang
berkepanjangan dari segala bidang, justru pusing memikirkan bagaimana supaya
bisa tetap untuk berkuasa.
Konsepsi politik sebenarnya
berdasar atas pola dan orientasi pada daya upaya untuk mengatur negara dengan
sebaik-baiknya dan memberikan kesejahteraan dan keamananbagi rakyat, dan
konsepsi politik nasional kita ini berorientasi pada pembangunan.
Kalau partai politik
(parpol) akan dianggap sebagai proses demokrasi dengan dinilai dari jumlah
partai politik itu sendiri, maka di Indonesia merupakan negara yang sangat
demokratis, karena semakin banyaknya partai politik yang bermunculan
kepermukaan perpolitikan di tanah air dengan atas dasar hak bagi setiap
warganegara dalam pembentukan partai politik (parpol) baru, guna menyuarakan
kepentingan-kepentingan yang sama, cita-cita yang sama partisannya kedalam
lembaga-lembaga pemerintahan baik itu di Legislatif atau Yudikatif.
Dengan alasan-alasan untuk
membangun bangsa yang sedang carut-marut ini, dengan memunculkan partai politik
(parpol) baru yang sangat menjamur di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
ini akan sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa itu sendiri. Dengan semakin
banyaknya partai politik (parpol) yang ada maka suara rakyat akan semakin
terpilah-pilah dan rakyat akan mengalami kebingungan-kebingungan yang
disebabkan olehnya dan apabila kefanatisan terhadap partai politik (parpol) itu
sendiri sangatlah kuat maka akan mudah menyebabkan disitegrasi bangsa menjadi
berkeping-keping, karena terpecahnya masyarakat kedalam kubu-kubu ataupun
blok-blok yang dinamakan partai politik (parpol).
Cita-cita untuk menjadikan
partai politik (parpol) sebagai penyalur aspirasi rakyat agar terciptanya
proses yang diimpi-impikan yaitu demokrasi, akan sulit tercapai karena ketidak
dewasaan bangsa kita dalam berpolitik. Elit politik yang seharusnya memberikan
contoh bagaimana berdemokrasi yang baik justru terjebak dalam retorika politik
untuk memperjuangkan kepentingan pribadi vested interest semata.
Sudah waktunya bagi para
elit politik untuk memberikan contoh yang baik dan membangun kesejahteraan bagi
rakyat Indonesia
bukan sekedar memperjuangkan kepentingan partainya saja. Dan rakyat hanya
menginginkan hidup yang makmur, aman dan sejahtera secara menyeluruh.
Bendera-bendera partai politik yang semakin bertambah banyak tidak akan mampu
memberi rasa kenyang kepada rakyat yang sedang kelaparan akan rasa aman,
tentram, dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar